SIGERMEDIA.COM – Perdebatan tentang metode pembayaran zakat fitrah, uang atau beras, selalu muncul setiap tahun.
Bingung mau bayar zakat fitrah dengan uang atau beras? Artikel ini mengulas tuntas perbedaan pendapat ulama dan solusi terbaik untuk Anda.
Artikel ini membahas dalil-dalil dari berbagai ulama dan memberikan solusi bijak untuk memilih metode yang tepat.
Bulan Ramadhan adalah momen penuh berkah bagi umat Islam. Di akhir bulan ini, zakat fitrah menjadi kewajiban yang harus ditunaikan.
Namun, pertanyaan tentang metode pembayarannya selalu muncul: uang atau beras?
Baca Juga : Kapan Zakat Fitrah Dibayarkan? Ini Waktu Paling Utama dan Terbaiknya
Perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang metode pembayaran zakat fitrah telah berlangsung lama. Ulama seperti Umar bin Abdul Aziz dan Abu Hanifah membolehkan pembayaran zakat fitrah dengan uang, sedangkan Imam Malik dan Imam Syafi’i melarangnya.
Artikel ini akan membahas dalil-dalil dari kedua belah pihak dan memberikan solusi bijak bagi umat Islam dalam memilih metode pembayaran zakat fitrah yang tepat.
Zakat fitrah menjadi perbincangan hangat dalam komunitas Muslim, terutama terkait dengan metode pembayarannya: menggunakan uang atau beras.
Baca Juga : Simak Cara Bayar Zakat Harta dan Zakat Penghasilan di Bulan Ramadhan
Seiring dengan perdebatan ini, muncul dalil-dalil dari berbagai ulama yang mendukung atau menentang kedua pendekatan tersebut.
Ulama yang membolehkan pembayaran zakat fitrah dengan uang antara lain Umar bin Abdul Aziz, Al Hasan Al Bashri, Atha’, Ats Tsauri, dan Abu Hanifah.
Mereka berpendapat bahwa membayar zakat fitrah dengan uang adalah hal yang sah, bahkan di beberapa kondisi lebih diutamakan.
Di sisi lain, ada juga ulama seperti Imam Malik, Imam As Syafi’i, dan Imam Ahmad yang melarang pembayaran zakat fitrah dengan uang.
Mereka berargumen bahwa pembayaran zakat fitrah harus dilakukan dengan bahan makanan yang umum di negeri tersebut pada tahun pembayarannya.
Dalam pandangan mereka, menggunakan uang untuk membayar zakat fitrah dinilai menyelisihi ajaran Allah dan Rasul-Nya, serta bisa dianggap sebagai bentuk pelanggaran yang berhak mendapatkan hukuman.
Namun, di tengah perbedaan pendapat ini, Islam memberikan kebebasan kepada umatnya untuk memilih, dengan syarat pengambilan keputusan yang bijak sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman agama masing-masing.