SIGERMEDIA.COM – Apa Itu ARB, Pengertian ARB dan ARA dalam Dunia Saham. Bagi seorang investor saham maupun trader tentunya sudah tak asing dengan kedua istilah diatas.
Penggunaan istilah ARB dan ARA di dunia saham sendiri sebenarnya sudah diatur dengan diterbitkannya pedoman perdagangan per 4 Desembar 2020 yang mulai berlaku tanggal 7 Desember 2020.
Sebenarnya ARB dan ARA ini mencerminkan sifat dari saham itu sendiri yakni cenderung fluktutif yang hari ini turun bisa jadi esok hari mengalami kenaikan.
Lantas Apa itu ARB dan ARA?
Secara singkat, ARB merupakan sebuah singkatan dari “Auto Rejection Bawah” sedangkan ARA merupakan “Auto Rijek Atas”.
Dalam dunia perdagangan saham khususnya Saham di BEI tentu juga memiliki mekanisme perdagangan dimana suatu saham akan auto rijek bila mengalami pergerakan melebihi batas minimum dan maksimum yang telah ditetapkan.
Pengertian ARB dan ARA
Sistem bursa akan menolak order jual atau beli yang masuk secara otomatis jika harga saham telah menembus batas atas atau bawah yang telah ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia.
Auto rejection diterapkan untuk memastikan perdagangan saham berjalan dalam kondisi wajar.
Pengertian ARA
Auto Rejection Atas (ARA) yakni Saham yang naik signifikan hingga menyentuh batas atas yang ditetapkan bursa akan mengalami Auto Rejection Atas (ARA). Ciri-ciri saham yang terkena ARA adalah tidak ada lagi order di antrian jual (offer).
Baca Juga : Tips Memilih Saham yang Baik Agar Cuan
Contohnya, saham X ditutup di harga Rp3.000 kemarin. Batasan auto rejection pada harga saham ini adalah sebesar 25 persen. Kenaikan harga saham X pada hari ini maksimal adalah: Rp3.000 + (Rp3.000 x 25 persen) = Rp3.750. Jika saham X telah melampaui harga Rp3.750 maka saham X akan terkena ARA.
Pengertian ARB
Sementara itu, ARB adalah kebalikan ARA. ARB adalah Auto Reject Bawah atau batas maksimal penurunan harga saham. Dengan kata lain, ARB adalah batas bawah suatu harga saham bisa turun. Persentase ARB dulu sama seperti ARA.
Baca Juga : [Panduan] Cara Investasi Saham Bagi Pemula
Namun, koreksi pasar saham besar-besaran karena pandemi virus corona pada Maret 2020 membuat manajemen BEI mengubah ketentuan ARB menjadi 10% dari sebelumnya sebesar 20%-35%. Namun, ARB sebesar 10% ternyata tidak cukup. BEI kembali mengubah batas ARB menjadi 7%.
Dalam beberapa hari di bulan Maret 2020, banyak saham yang mengalami ARB. Saham-saham yang mengalami ARB bukan hanya saham lapis dua atau tiga, tapi saham-saham yang masuk indeks LQ-45 yang dikenal memiliki saham dengan fundamental perusahaan yang baik.