Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran menilai bahwa Indonesia dapat memanfaatkan potensi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) untuk membangun ekosistem kendaraan listrik dalam negeri.
Dia menyebutkan bahwa RCEP yang mencakup negara ASEAN plus Australia, China, Selandia Baru, Jepang dan Korea Selatan akan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi Indonesia untuk terhubung dengan rantai nilai global.
Ada potensi yang besar bagi Indonesia untuk mengembangkan kendaraan mobil listrik, karena jumlah cadangan nikel dan kobalt yang digunakan sebagai bahan baku baterai listrik sangat melimpah.
Selain itu, pengurusan surat keterangan asal barang (SKA), serta pemberian tarif preferensi dalam skema RCEP, dapat menarik produsen kendaraan listrik dan baterai listrik global untuk berinvestasi di Indonesia.
Indonesia juga berpotensi menyusul China dan Korea Selatan yang saat ini menjadi pasar utama kendaraan listrik di regional RCEP. Di tahun 2019, Indonesia menerbitkan perpres nomor 55/2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai.
Meskipun begitu, Indonesia masih memiliki beberapa pekerjaan rumah, seperti upaya meningkatkan penelitian dan pengembangan serta pelatihan SDM di sektor kendaraan listrik.
Untuk itu, perlu ada skenario insentif yang lebih baik agar perusahaan kendaraan listrik juga mau melakukan kegiatan dan menyediakan pelatihan bagi pekerjanya maupun pihak luar.
Indonesia juga harus menetapkan prioritas utama dan fokus pada prioritas tersebut. Indonesia perlu menentukan, apakah dia ingin menjadi produsen baterai listrik, produsen kendaraan listrik ataukah keduanya.
Rantai nilai yang dimiliki untuk pengolahan baterai listrik, yang berkontribusi terhadap 35 persen biaya manufaktur kendaraan listrik, membutuhkan triliunan rupiah untuk aspek penelitian dan pengembangan yang penting untuk dilaksanakan.