Kasus peredaran narkoba yang melibatkan mantan Kapolda Sumatera Barat, Teddy Minahasa, berakhir dengan tuntutan pidana mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat.
Tuntutan dakwaan pertama menyatakan bahwa Teddy terlibat dalam proses transaksi, penjualan hingga menikmati hasil penjualan sabu miliknya.
Selain itu, Teddy juga diduga memerintahkan anak buahnya untuk menyisihkan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu dari hasil pengungkapan kasus untuk diedarkan.
Kasus ini semakin terkuak setelah pemerintah memusnahkan 40 kilogram sabu hasil tangkapan.
Teddy pun diancam dengan pasal 112, 114 dan 132 UU Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 20 tahun penjara.
Praktisi hukum pun menyatakan bahwa Teddy harusnya bebas dari tuntutan jaksa. Meskipun begitu, pihak kepolisian telah melakukan serangkaian pengungkapan kasus narkotika yang menuntut Teddy dengan hukuman mati.
Kasus ini menjadi contoh bagi para pelaku narkoba lainnya untuk berhati-hati. Kebijakan pidana mati ini diharapkan dapat menjadi pertanda bahwa pemerintah tidak akan toleran terhadap aksi-aksi ilegal yang melibatkan narkoba.
Para pihak harus terus bersama-sama melindungi masyarakat dari segala bentuk kejahatan dan perdagangan ilegal, khususnya narkoba.
Hukuman yang tegas diharapkan dapat mencegah pelaku dari melakukan tindakan ilegal seperti ini di masa depan.